Novel yang mengisahkan tentang kisah cinta Sritil, seorang penari ronggeng dengan Rasus, teman kecilnya yang berprofesi sebagai tentara.
Mengambil latar cerita pada tahun 1965-an, di Banyumas terdapat sebuah pedesaan yang masih kental dengan tradisi serta adat pedesaan itu bernama desa Dukuh Paruk. Tradisi serta adat pedesaan semua orang di Dukuh Paruk menganggap Ki Seca Manggala sebagai moyangnya. Konon kisahnya menghabiskan riwayat dan menitipkan darah dagingnya di desa itu. Ronggeng dianggap sebagai sebuah simbol di desa Dukuh Paruk tanpa adanya seorang Ronggeng Dukuh Paruk menjadi mati, kekeringan dan kehilangan jati diri desa, Seorang Ronggeng ditandai dengan masuknya roh Inang Ronggeng ke dalam diri perempuan muda yang suci maka Dukuh Paruk akan menjadi desa yang hidup kembali.
Menceritakan tentang seorang gadis belia di desa Dukuh Paruk bernama Srintil yang telah kemasukan roh Indang Ronggeng. Terdapat sejumlah upacara adat untuk calon Ronggeng yang di akhiri dengan malam buka kelambu yang dibuka untuk umum dengan syarat yang sudah di buat oleh Dukun Ronggeng, syarat yang harus dipenuhi adalah mampu membayar setinggi-tingginya untuk merasakan buka kelambu bersama Srintil. Rasus yang merupakan teman kecil Srintil yang dipaksa untuk pertama kali merasakan keperawanan seorang Srintil dilakukan. Beberapa saat melakukan itu tiba saatnya laki-laki yang sudah membawa berbagai persyaratan itu mulai melakukan buka kelambu dengan srintil tak hanya satu laki-laki, namun Srintil melakukan malam buka kelambu dengan banyak laki- laki.
Setelah berbagai upacara adat dan malam buka kelambu selesai, Srintil dinobatkan sebagai seorang Ronggeng yang sah. Dan benefit dari menjadi seorang ronggeng adalah tidak akan menjadi bahan pencemburuan bagi istri-istri di Dukuh Paruk, justru sebaliknya makin lama suaminya dilayani nafsunya oleh Ronggeng maka para istri akan merasa bangga dan puas karena suaminya adalah seorang laki- laki jantan yang menjadi sebuah kewajaran.
Mengetahui Srintil banyak melayani dengan banyak laki-laki, Rasus tidak tahan dan tidak merelakan melihat sosok Srintil menjadi Ronggeng, Akhirnya rasus meninggalkan desa Dukuh Paruk untuk melupakan Srintil.
Selama meninggalkan desa Rasus membantu seorang juragan singkong yang kaya raya. Rasus tidak lama bekerja secara tiba-tiba dibawa oleh sekelompok orang berbaju hijau lengkap dengan pistolnya, Rasus dibawa ke sebuah markas dan disuruh untuk membantu pekerjaan para tentara. Setelah beberapa lama kemudian Rasus diangkat menjadi seorang tentara dan diberi seragam berwarna hijau lengkap dengan pistolnya.
Tidur dan bercumbu dengan para lelaki dari berbagai kalangan pun sudah menjadi keseharian Srintil selama rasus meninggalkan Dukuh Paruk. Namun menjelang akhir tahun 1965 di Dukuh Paruk terjadi suatu kegegeran politik malapetaka besar datang melanda desa itu. Suatu masa yang kelam sehabis rapat, Srintil mengisi acara kesenian ratusan penonton mabuk karena kesurupan, kemudian beramai-ramai meronce padi, membabat padi di sawah-sawah entah milik siapa malam yang amat rusuh. Kemudian datang para pemilik sawah untuk mempertahankan padi mereka kegaduhan selama 4 bulan dan diakhiri dengan para pemilik sawah perang Pacul dan Sabit berakhir gagal karena polisi datang diwaktu yang tepat.
Yang malah terjadi adalah sebuah aksi massa sebuah gerakan kaum miskin yang semakin lama mengalami ketidakadilan tidak hanya itu Srintil, kakek nenek srintil, Dukun Ronggeng beserta Penabuh Calungnya pun ditangkap dan dibawa ke penjara.
Setelah sekian lama di penjara akhirnya, kakek nenek Srintil, Dukun Ronggeng beserta penabuh calungnya dikeluarkan dari penjara itu. Srintil juga ikut dikeluarkan dari penjara itu dan setelah Srintil keluar dari penjara ia berniat mengubah Citra dirinya. Srintil ingin berhenti meronggeng dan menjadi wanita normal yang memulai belajar cara merawat anak, Srintil juga mulai berharap kepada seorang laki-laki bernama Bajus yang muncul dan memberi perhatian yang lebih kepada Srintil.
Namun tidak terlalu lama serintil kembali terpuruk setelah Bajus mengatakan bahwa semua perhatian yang dia berikan kepada Srintil hanya sebatas teman. Dalam berbagai kesengsaraan yang dialami Srintil, setelah dipenjara beberapa lama oleh orang-orang komunis dan sebagai tahanan PKI, Srintil kembali merasakan kesengsaraan yang sangat amat pedih yang mengguncangkan tiang kesadaran yang menopang akal budi Srintil .
Kini telah kehilangan jati diri Srintil dan akal budinya sosok yang dulu sangat dieluh-eluhkan kini mulai tersudut sudah tidak ada perhatian dari semua orang yang diberikan kepada serintil kecuali, hanya ada nenek dan Rasus yang baru pulang menjalankan tugasnya sebagai tentara di luar Jawa. Rasuslah yang tetap bertahan merawat serintil dengan membawanya ke rumah sakit tentara.
Penceritaan yang menyeluruh dari penulis mengenai lingkungan sosial dan budaya dengan berbagai adat serta tradisinya, kesederhanaan yang tampak dari masyarakatnya. Hal ini tentunya sangat memberi pengaruh besar terhadap gambaran umum tentang zaman yang masih dibayangi dengan orang-orang komunis. Kesederhanaan masyarakat pada zaman itu yang makan hanya makan dengan lauk tempe bongkrek, dengan bahasa yang kurang baik dan kotor. Maka dari itu novel ini sangat layak untuk dibaca para pelajar khususnya para mahasiswa karena dengan membaca novel ini kita akan lebih memahami budaya-budaya di luar lingkungan dan juga bisa Memiliki gambaran tentang apa saja yang terjadi ketika orang-orang komunis menyerang para rakyat.